Apa itu fahaman asy'ariyah dan Maturidiyah?
Fahaman Asy’ariyah dan Maturidiyah
Asy`ariyah adalah sebuah fahaman aqidah yang dinisbatkan kepada Abul Hasan Al-Asy`ariy. Beliau lahir di Bashrah tahun 260 Hijriyah bertepatan dengan tahun 935 Masehi. Beliau wafat di Bashrah pada tahun 324 H / 975-6 M.
Awalnya Al-Asy`ari pernah belajar kepada Al-Jubba`i, seorang tokoh dan guru dari kalangan Mu`tazilah. Sehingga untuk sementara waktu, Al-Asy`ariy menjadi penganut Mu`tazilah, sampai tahun 300 H. Namun setelah beliau mendalami paham Mu`tazilah hingga berusia 40 tahun, terjadilah debat panjang antara dia dan gurunya, Al-Jubba`i dalam berbagai masalah terutama masalah Kalam. Debat itu membuatnya tidak puas dengan konsep Mu`tazilah dan dua pun keluar dari paham itu kembali ke pemahanan Ahli Sunnah Wal Jamaah.
Al-Asy`ariyah membuat sistem hujjah yang dibangun berdasarkan perpaduan antara dalil nash (naql) dan dalil logika (`aql). Dengan itu belaiu berhasil memukul telak hujjah para pendukung Mu`tazilah yang selama ini mengacak-acak eksistensi Ahlus Sunnah. Bisa dikatakan, sejak berdirinya aliran Asy`ariyah inilah Mu`tazilah berhasil dilemahkan dan dijauhkan dari kekuasaan. Setelah sebelumnya sangat berkuasa dan melakukan penindasan terhadap lawan-lawan debatnya termasuk di dalamnya Imam Ahmad bin Hanbal.
Kemampuan Asy`ariyah dalam memukul Mu`tazilah bisa dimaklumi karena sebelumnya Al-Asy`ariy pernah berguru kepada mereka. Beliau paham betul lika-liku logika Mu`tazilah dan dengan mudah menguasai titik-titik lemahnya.
Meski awalnya kalangan Ahlussunnah sempat menaruh curiga kepada beliau dan pahamnya, namun setelah keberhasilannya memukul Mu`tazilah dan komitmennya kepada aqidah ahlus sunnah wal jamaah.
Perbedaan dan persamaan model pemahaman / pemikiran antara Asy`ariyah dan Maturidiyah bisa kita break-down menjadi beberapa point :
1. Tentang sifat Tuhan
Pemikiran Asy`ariyah dan Maturidiyah memiliki pemahaman yang relatif sama. Bahwa Tuhan itu memiliki sifat-sifat tertentu. Tuhan Mengetahui dengan sifat Ilmu-Nya, bukan dengan zat-Nya. Begitu juga Tuhan itu berkuasa dengan sifat Qudrah-Nya, bukan dengan zat-Nya.
2. Tentang Perbuatan Manusia.
Pandangan Asy`ariyah berbeda dengan pandangan Maturidiyah. Menurut Maturidiyah, perbuatan manusia itu semata-mata diwujudkan oleh manusia itu sendiri. Dalam masalah ini, Maturidiyah lebih dekat dengan Mu`tazilah yang secara tegas mengatakan bahwa semua yang dikerjakan manusia itu semata-mata diwujdukan oleh manusia itu sendiri.
3. Tentang Al-Quran
Pandangan Asy`ariyah sama dengan pandangan Maturidiyah. Keduanya sama-sama mengatakan bahwa Al-quran itu adalah Kalam Allah Yang Qadim. Mereka berselisih paham dengan Mu`tazilah yang berpendapat bahwa Al-Quran itu makhluq.
4. Tentang Kewajiban Tuhan
Pandangan Asy`ariyah berbeda dengan pandangan Maturidiyah. Maturidiyah berpendapat bahwa Tuhan memiliki kewajiban-kewajiban tertentu. Pendapat Maturidiyah ini sejalan dengan pendapat Mu`tazilah.
5. Tentang Pelaku Dosa Besar
Pandangan Asy`ariyah dan pandangan Maturidiyah sama-sama mengatakan bahwa seorang mukmin yang melakukan dosa besar tidak menjadi kafir dan tidak gugur ke-Islamannya. Sedangkan Mu`tazilah mengatakan bahwa orang itu berada pada tempat diantara dua tempat “Manzilatun baina manzilatain”.
6. Tentang Janji Tuhan
Keduanya sepakat bahwa Tuhan akan melaksanakan janji-Nya. Seperti memberikan pahala kepada yang berbuat baik dan memberi siksa kepada yang berbuat jahat.
7. Tetang Rupa Tuhan
Keduanya sama-sama sependapat bahwa ayat-ayat Al-Quran yang mengandung informasi tentang bentuk-bentuk pisik jasmani Tuhan harus ditakwil dan diberi arti majaz dan tidak diartikan secara harfiyah.
Di masa lalu ada perdebatan sengit antara para ulama dan tokoh-toko teologi yang ditimbulkan akibat masuknya nilai-niai filsafat non Islam terutama dari barat (Yunani). Karena akar filsaat dan teologi mereka berangkat dari mitos tanpa dasar dari agama samawi yang kuat, maka masuknya paham ini kedunia Islam pastilah menimbulkan pertentangan tajam. Dalam tubuh umat Islam, pertentangan ini mengerucut pada tarik menarik antara dua kutub utama yaitu ahlussunnah yang mempertahankan paham berdasarkan nash (naql) dan Mu`tazilah yang cenderung menafikan nash (naql) dan bertumpu kepada akal semata. Sehingga mereka sering disebut dengan kelompok rasionalis.
Dalam perbedabatan panjang antar dua kutub yang saat itu kebetulan kemlompok mu`tazilah sempat memegang tampuk kekuasaan sehingga berusaha melikuidasi dan melenyapkan tokoh lawannya.
Di antara barisan ahlissunnah ini muncul nama dua tokoh ulama yang cukup berpengaruh, yaitu Al-Asya`ri dan Al-Maturidi. Mereka dalam hal ini menjadi qutub kekuatan mazhab aqidah yang sedang mengalami gempuran hebat dari kelompok rasionalis yang saat itu memang sedang di atas angin.
Al-Asy`ari mencoba menangkis semua argumen kelompok rasionalis dengan menggunakan bahasa dan logika lawannya. Karena kalau dijawab dengan dalil nash (naql), jelas tidak akan efektif untuk menangkal argumen lawan. Karena lawannya sejak awal sudah menafikan nash.
Sehingga kita memang melihat adanya kombinasi antara dalil aqli dan naqli yang digunakan oleh Al-Asy-`ari. Pada masanya, metode penangkisan itu sangat efektif untuk meredam argumen lawan.
Tentu tidak tepat untuk membandingkannya dengan zaman yang berbeda. Karena bila hal itu dilakukan, memang disana sini barangkali kita akan temukan hal-hal yang agak janggal secara konsep aqidah yang manhajiyah. Sayangnya, oleh mereka yang kurang mengerti duduk permasalahn, kejanggalan inilah yang sering dijadikan bahan tuduhan bahwa mazhab aqidah ini sesat. Padahal dimasanya, banyak sekali para ulama yang secara otomatis berada di pihak Al-asy`ari bila melihat tarik menarik antar kedua kelompok. Namun bukan berarti semua ulama saat itu 100 % menerima / setuju dengan detail mazhabnya. Dan hal itu adalah sesuatu yang lumrah sifatnya.
Dan memang secara kenyataannya mazhab aqidah Asy`ariyah ini memang mazhabyang paling banyak dipeluk umat Islam secara tradisional dan turun temurundi dunia Islam. Di dalamnya terdapat banyak ulama, fuqoha, imam dansebagainya. Meski bila masing-masing imam itu dikonfrontir satu persatu
dengan detail pemikiran asy`ari, belum tentu semuanya sepakat 100 %. Bahkan sejarah mencatat bahwa hampir semua imam besar dan fuqoha dalam Islam adalah pemeluk mazhab aqidah al-As-`ari. Antara lain Al-Baqillani, Imam Haramain Al-Juwaini, Al-Ghazali, Al-Fakhrurrazi, Al-Baidhawi, Al-Amidi,
Asy-Syahrastani, Al-Baghdadi, Ibnu Abdissalam, Ibnud Daqiq Al-`Id, Ibu Sayyidinnas, Al-Balqini, al-`Iraqi, An-Nawawi, Ar-Rafi`I, Ibnu Hajar Al-`Asqallani, As-Suyuti.
Sedangkan dari wilayah barat khilafat Islamiyah ada Ath-Tharthusi, Al-Maziri, Al-Baji, Ibnu Rusyd (aljad), Ibnul Arabi, Al-Qadhi `Iyyadh, Al-Qurthubi dan Asy-Syatibi.
Jangan lupa juga bahwa universitas Islam terkemuka di dunia dan legendaris menganut paham Al-Asy`ariah dan Maturidiyah seperti Al-Azhar di Mesir, Az-Zaitun di Tunis, Al-Qayruwan di Marokko, Deoban di India. Dan masih banyak lagi universitas dan madrasah yang menganutnya.
Para ulama pengikut mazhab Al-Hanafiyah adalah secara teologis umumnya adalah penganut paham Al-Maturidiyah. Sedangkan mazhab Al-Malikiyah dan Asy-Syafi`iyyah secara teoligs umumnya adalah penganut paham Al-Asy`ariyah. Bila Asy`ariah dianggap sesat, tentu saja kita perlu mengeluarkan para ulama salaf itu dari garis Islam, begitu juga universitas Islam dan para imam mazhab. Dan mayoritas terbesar umat Islam sepanjang masa pun harus dianggap sesat pula dan keluar dari garis Islam. Tentu saja ini bukan perkara sepele. Yang benar adalah bahwa Al-Asy`ariyah itu adalah bagian dari aqidah
Ahlussunnah wal Jamaah. Umat Islam telah ridha kepadanya karena menjadikan Al-quran dan sunnah sebagai sumbernya.
Bila pada hari ini mazhab ini kita kritisi, sangat boleh jadi ada hal-hal yang kurang tepat. Tetapi kita harus ingat bahwa masa dimana mazhab ini ditumbuhkan tadi. Dan menurut kami, kalaupun kita akan mengoreksinya, maka itu adalah hal yang sangat baik. Tapi tentu saja caranya bukan dengan gebyah
uyah dan sekedar menuduh sesat hanya karena ada point-point yang kurang tepat.
Kurang tepat disini sebenarnya lebih kepada masalah yang kurang qath`i, dimana masih bisa diterima adanya berbedaan paham dikalangan ulama. Karena memang nash dan dalilnya memungkinkan untuk dipahami secara berbeda. Nah kalau dalam perbedaan seperti ini, satu pihak menuduh pihak lain sebagai sesat, bid`ah, jahil dan sebagainya, kelihatan kurang etis. Apalagi bila yang menuduhkan itu hanya mereka yang sekedar bertaqlid kepada syeikh / gurunya saja tanpa pernah menela`ah secara ilmiyah dan mendasar, apa sesungguhnya yang jadi titik perbedaan di antara ulama. Dalam masalah ini,
sangat baik bila kita berpegang pada kaidah bahwa setiap orang bisa diterima perkataannya atau ditolak kecuali Rasulullah SAW
Asy`ariyah adalah sebuah fahaman aqidah yang dinisbatkan kepada Abul Hasan Al-Asy`ariy. Beliau lahir di Bashrah tahun 260 Hijriyah bertepatan dengan tahun 935 Masehi. Beliau wafat di Bashrah pada tahun 324 H / 975-6 M.
Awalnya Al-Asy`ari pernah belajar kepada Al-Jubba`i, seorang tokoh dan guru dari kalangan Mu`tazilah. Sehingga untuk sementara waktu, Al-Asy`ariy menjadi penganut Mu`tazilah, sampai tahun 300 H. Namun setelah beliau mendalami paham Mu`tazilah hingga berusia 40 tahun, terjadilah debat panjang antara dia dan gurunya, Al-Jubba`i dalam berbagai masalah terutama masalah Kalam. Debat itu membuatnya tidak puas dengan konsep Mu`tazilah dan dua pun keluar dari paham itu kembali ke pemahanan Ahli Sunnah Wal Jamaah.
Al-Asy`ariyah membuat sistem hujjah yang dibangun berdasarkan perpaduan antara dalil nash (naql) dan dalil logika (`aql). Dengan itu belaiu berhasil memukul telak hujjah para pendukung Mu`tazilah yang selama ini mengacak-acak eksistensi Ahlus Sunnah. Bisa dikatakan, sejak berdirinya aliran Asy`ariyah inilah Mu`tazilah berhasil dilemahkan dan dijauhkan dari kekuasaan. Setelah sebelumnya sangat berkuasa dan melakukan penindasan terhadap lawan-lawan debatnya termasuk di dalamnya Imam Ahmad bin Hanbal.
Kemampuan Asy`ariyah dalam memukul Mu`tazilah bisa dimaklumi karena sebelumnya Al-Asy`ariy pernah berguru kepada mereka. Beliau paham betul lika-liku logika Mu`tazilah dan dengan mudah menguasai titik-titik lemahnya.
Meski awalnya kalangan Ahlussunnah sempat menaruh curiga kepada beliau dan pahamnya, namun setelah keberhasilannya memukul Mu`tazilah dan komitmennya kepada aqidah ahlus sunnah wal jamaah.
Perbedaan dan persamaan model pemahaman / pemikiran antara Asy`ariyah dan Maturidiyah bisa kita break-down menjadi beberapa point :
1. Tentang sifat Tuhan
Pemikiran Asy`ariyah dan Maturidiyah memiliki pemahaman yang relatif sama. Bahwa Tuhan itu memiliki sifat-sifat tertentu. Tuhan Mengetahui dengan sifat Ilmu-Nya, bukan dengan zat-Nya. Begitu juga Tuhan itu berkuasa dengan sifat Qudrah-Nya, bukan dengan zat-Nya.
2. Tentang Perbuatan Manusia.
Pandangan Asy`ariyah berbeda dengan pandangan Maturidiyah. Menurut Maturidiyah, perbuatan manusia itu semata-mata diwujudkan oleh manusia itu sendiri. Dalam masalah ini, Maturidiyah lebih dekat dengan Mu`tazilah yang secara tegas mengatakan bahwa semua yang dikerjakan manusia itu semata-mata diwujdukan oleh manusia itu sendiri.
3. Tentang Al-Quran
Pandangan Asy`ariyah sama dengan pandangan Maturidiyah. Keduanya sama-sama mengatakan bahwa Al-quran itu adalah Kalam Allah Yang Qadim. Mereka berselisih paham dengan Mu`tazilah yang berpendapat bahwa Al-Quran itu makhluq.
4. Tentang Kewajiban Tuhan
Pandangan Asy`ariyah berbeda dengan pandangan Maturidiyah. Maturidiyah berpendapat bahwa Tuhan memiliki kewajiban-kewajiban tertentu. Pendapat Maturidiyah ini sejalan dengan pendapat Mu`tazilah.
5. Tentang Pelaku Dosa Besar
Pandangan Asy`ariyah dan pandangan Maturidiyah sama-sama mengatakan bahwa seorang mukmin yang melakukan dosa besar tidak menjadi kafir dan tidak gugur ke-Islamannya. Sedangkan Mu`tazilah mengatakan bahwa orang itu berada pada tempat diantara dua tempat “Manzilatun baina manzilatain”.
6. Tentang Janji Tuhan
Keduanya sepakat bahwa Tuhan akan melaksanakan janji-Nya. Seperti memberikan pahala kepada yang berbuat baik dan memberi siksa kepada yang berbuat jahat.
7. Tetang Rupa Tuhan
Keduanya sama-sama sependapat bahwa ayat-ayat Al-Quran yang mengandung informasi tentang bentuk-bentuk pisik jasmani Tuhan harus ditakwil dan diberi arti majaz dan tidak diartikan secara harfiyah.
Di masa lalu ada perdebatan sengit antara para ulama dan tokoh-toko teologi yang ditimbulkan akibat masuknya nilai-niai filsafat non Islam terutama dari barat (Yunani). Karena akar filsaat dan teologi mereka berangkat dari mitos tanpa dasar dari agama samawi yang kuat, maka masuknya paham ini kedunia Islam pastilah menimbulkan pertentangan tajam. Dalam tubuh umat Islam, pertentangan ini mengerucut pada tarik menarik antara dua kutub utama yaitu ahlussunnah yang mempertahankan paham berdasarkan nash (naql) dan Mu`tazilah yang cenderung menafikan nash (naql) dan bertumpu kepada akal semata. Sehingga mereka sering disebut dengan kelompok rasionalis.
Dalam perbedabatan panjang antar dua kutub yang saat itu kebetulan kemlompok mu`tazilah sempat memegang tampuk kekuasaan sehingga berusaha melikuidasi dan melenyapkan tokoh lawannya.
Di antara barisan ahlissunnah ini muncul nama dua tokoh ulama yang cukup berpengaruh, yaitu Al-Asya`ri dan Al-Maturidi. Mereka dalam hal ini menjadi qutub kekuatan mazhab aqidah yang sedang mengalami gempuran hebat dari kelompok rasionalis yang saat itu memang sedang di atas angin.
Al-Asy`ari mencoba menangkis semua argumen kelompok rasionalis dengan menggunakan bahasa dan logika lawannya. Karena kalau dijawab dengan dalil nash (naql), jelas tidak akan efektif untuk menangkal argumen lawan. Karena lawannya sejak awal sudah menafikan nash.
Sehingga kita memang melihat adanya kombinasi antara dalil aqli dan naqli yang digunakan oleh Al-Asy-`ari. Pada masanya, metode penangkisan itu sangat efektif untuk meredam argumen lawan.
Tentu tidak tepat untuk membandingkannya dengan zaman yang berbeda. Karena bila hal itu dilakukan, memang disana sini barangkali kita akan temukan hal-hal yang agak janggal secara konsep aqidah yang manhajiyah. Sayangnya, oleh mereka yang kurang mengerti duduk permasalahn, kejanggalan inilah yang sering dijadikan bahan tuduhan bahwa mazhab aqidah ini sesat. Padahal dimasanya, banyak sekali para ulama yang secara otomatis berada di pihak Al-asy`ari bila melihat tarik menarik antar kedua kelompok. Namun bukan berarti semua ulama saat itu 100 % menerima / setuju dengan detail mazhabnya. Dan hal itu adalah sesuatu yang lumrah sifatnya.
Dan memang secara kenyataannya mazhab aqidah Asy`ariyah ini memang mazhabyang paling banyak dipeluk umat Islam secara tradisional dan turun temurundi dunia Islam. Di dalamnya terdapat banyak ulama, fuqoha, imam dansebagainya. Meski bila masing-masing imam itu dikonfrontir satu persatu
dengan detail pemikiran asy`ari, belum tentu semuanya sepakat 100 %. Bahkan sejarah mencatat bahwa hampir semua imam besar dan fuqoha dalam Islam adalah pemeluk mazhab aqidah al-As-`ari. Antara lain Al-Baqillani, Imam Haramain Al-Juwaini, Al-Ghazali, Al-Fakhrurrazi, Al-Baidhawi, Al-Amidi,
Asy-Syahrastani, Al-Baghdadi, Ibnu Abdissalam, Ibnud Daqiq Al-`Id, Ibu Sayyidinnas, Al-Balqini, al-`Iraqi, An-Nawawi, Ar-Rafi`I, Ibnu Hajar Al-`Asqallani, As-Suyuti.
Sedangkan dari wilayah barat khilafat Islamiyah ada Ath-Tharthusi, Al-Maziri, Al-Baji, Ibnu Rusyd (aljad), Ibnul Arabi, Al-Qadhi `Iyyadh, Al-Qurthubi dan Asy-Syatibi.
Jangan lupa juga bahwa universitas Islam terkemuka di dunia dan legendaris menganut paham Al-Asy`ariah dan Maturidiyah seperti Al-Azhar di Mesir, Az-Zaitun di Tunis, Al-Qayruwan di Marokko, Deoban di India. Dan masih banyak lagi universitas dan madrasah yang menganutnya.
Para ulama pengikut mazhab Al-Hanafiyah adalah secara teologis umumnya adalah penganut paham Al-Maturidiyah. Sedangkan mazhab Al-Malikiyah dan Asy-Syafi`iyyah secara teoligs umumnya adalah penganut paham Al-Asy`ariyah. Bila Asy`ariah dianggap sesat, tentu saja kita perlu mengeluarkan para ulama salaf itu dari garis Islam, begitu juga universitas Islam dan para imam mazhab. Dan mayoritas terbesar umat Islam sepanjang masa pun harus dianggap sesat pula dan keluar dari garis Islam. Tentu saja ini bukan perkara sepele. Yang benar adalah bahwa Al-Asy`ariyah itu adalah bagian dari aqidah
Ahlussunnah wal Jamaah. Umat Islam telah ridha kepadanya karena menjadikan Al-quran dan sunnah sebagai sumbernya.
Bila pada hari ini mazhab ini kita kritisi, sangat boleh jadi ada hal-hal yang kurang tepat. Tetapi kita harus ingat bahwa masa dimana mazhab ini ditumbuhkan tadi. Dan menurut kami, kalaupun kita akan mengoreksinya, maka itu adalah hal yang sangat baik. Tapi tentu saja caranya bukan dengan gebyah
uyah dan sekedar menuduh sesat hanya karena ada point-point yang kurang tepat.
Kurang tepat disini sebenarnya lebih kepada masalah yang kurang qath`i, dimana masih bisa diterima adanya berbedaan paham dikalangan ulama. Karena memang nash dan dalilnya memungkinkan untuk dipahami secara berbeda. Nah kalau dalam perbedaan seperti ini, satu pihak menuduh pihak lain sebagai sesat, bid`ah, jahil dan sebagainya, kelihatan kurang etis. Apalagi bila yang menuduhkan itu hanya mereka yang sekedar bertaqlid kepada syeikh / gurunya saja tanpa pernah menela`ah secara ilmiyah dan mendasar, apa sesungguhnya yang jadi titik perbedaan di antara ulama. Dalam masalah ini,
sangat baik bila kita berpegang pada kaidah bahwa setiap orang bisa diterima perkataannya atau ditolak kecuali Rasulullah SAW
Ulasan
Catat Ulasan